Uniknya Tradisi Hoyak Tabuik

Hoyak Tabuik adalah perayaan memperingati Hari Asyura (10 Muharam) yaitu mengenang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad Saw. Yaitu, Imam Hussein bin Ali alaihsalam yang gugur dalam pembantaian oleh pasukan Ubaidillah bin Zaid atas perintah Yazid Bin Muawiyah di padang Karbala, Iraq tanggal 10 Muharam 61 Hijrah (681 Masehi).

Orang-orang menyebutnya adalah peperangan namun dengan kondisi yang tidak seimbang tentu saja bukan peperangan namanya tapi pembantaian, tubuh Imam Husain yang sudah wafat dirusak dengan tidak wajar bahkan Kepala Imam Husein dipenggal oleh tentara Yazid Bin Muawiyah. 

Kematian Imam Husein diratapi oleh kaum Muslim terutama Muslim Syiah di Timur Tengah, dan ada juga yang memperingatinya dengan cara yang ekstrim yaitu dengan cara menyakiti tubuh mereka sendiri, hal itu telah dilarang oleh beberapa Marja terkemuka diantaranya Imam Khomeini, Imam Ali Khamenei, Hussein Fadhullah dan beberapa Marja yang mementingkan persatuan umat Islam untuk melawan kezaliman penguasa dunia. 

Pernah ada cerita di kalangan masyarakat bahwa jenazah Imam Husain dibawa ke langit menggunakan Bouraq dengan peti jenazah yang disebut Tabot. Kendaraan Bouraq yang disimbolkan dengan wujud kuda gemuk berkepala wanita cantik menjadi bagian utama bangunan Tabuik. Awalnya Tabuik sebagai simbol ritual bagi pengikut muslim Syi’ah untuk mengumpulkan potongan-potongan tubuh Imam Husein dan selama ritual itu para peserta berteriak “Hayya Husein - hayya Husein” atau yang berarti “Hidup Husein - hidup Husein”. Tetapi di Pariaman teriakan tersebut telah berganti “Hoyak Hussein - hoyak Hussein” yang diteriakkan oleh penggiring dan peserta tabuik sambil menggoyang-goyangkan menara Tabuik yang berbentuk menara dan bersayap serta sebuah kepala manusia.

Tradisi Tabuik telah ada sejak 1829 di daerah Pariaman. Dalam pelaksanaannya orang–orang berdatangan ke pariaman untuk melihat acara festival hoyak tabuik tersebut. Acara yang dilaksanakan sekitar 10 hari tersebut selalu ramai dikunjungi oleh para pengunjung baik lokal maupun pengunjung luar dari pariaman. Ada yang hanya sekedar ingin melihat saja, mengisi liburan mereka ataupun yang larut dalam prosesi tradisi ini. Dikabarkan bahwa acara puncak dihadiri 80 ribu orang. 

Tabuik pun memliki arti yaitu keranda atau peti mati. Namun ada yang mengatakan bahwa arti dari tabuik tersebut adalah peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani Israel dengan Allah. Namun kini dekorasi tabuik mengalami bayak perubahan, tabuik yang diarak oleh warga Pariaman adalah sebuah replika menara tinggi yang terbuat dari bambu, kayu, rotan, dan berbagai macam hiasan. Puncak menara adalah sebuah hiasan yang berbentuk payung besar, dan bukan hanya di puncak, di beberapa sisi menara hiasan berbentuk payung-payung kecil juga terpasang berjuntai. 

Tidak seperti menara lazimnya, bagian sisi-sisi bawah Tabuik terkembang dua buah sayap. Di antara sisi-sisi sayap itu, terpasang pula ornamen ekor dan sebuah kepala manusia sepertinya wajah wanita lengkap dengan kerudung. Bambu-bambu besar menjadi pondasi sekaligus tempat pegangan untuk mengusung Tabuik yang terlihat kokoh dan sangat berat.

Dan untuk menambah semangat para pengiring tabuik biasanya diiringi dengan musik gendang tasa. Gendang tasa adalah sebutan bagi kelompok pemain gendang yang berjumlah tujuh orang. Mereka bertugas mengiringi acara penyatuan tabuik (tabuik naik pangkat).

Pesta Tabuik ini dulu dikenal sebagai ritual tolak bala yang diselenggarakan setiap tanggal 1 sampai 10 Muharram. Tabuik digambarkan sebagai Bouraq, binatang berbentuk kuda bersayap, berbadan tegap, berkepala manusia seperti wanita cantik, yang dipercaya telah membawa arwah Imam Husein ke surga. Dengan dua peti jenazah yang berumbul-umbul seperti payung mahkota tabuik tersebut memiliki ketinggian antara 10 sampai 15 meter.

Puncak Pesta Tabuik adalah bertemunya Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Kedua tabuik itu dihoyak dengan ditingkahi alat musik tambur dan gendang tasa. Petang hari kedua tabuik ini digotong menuju Pantai Gondoriah, dan menjelang matahari terbenam, kedua tabuik dibuang ke laut. Dikisahkan, setelah tabuik dibuang ke laut, saat itulah kendaraan bouraq membawa segala arak-arakan terbang ke surga.

Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Kedua tempat tersebut dipisahkan oleh aliran sungai yang membelah Kota Pariaman. Kelompok Tabuik Pasar terdiri dari gabungan 12 desa yang ada di kota Pariaman, sementara kelompok Tabuik Subarang terdiri dari gabungan 14 desa lainnya.

Menurut warga sekitar, dahulu selama berlangsungnya pesta tabuik selalu diikuti dengan perkelahian antara warga dari daerah Pasar dan Subarang. Bahkan, ada beberapa pasangan suami-isteri yang berpisah dan masing-masing kembali ke daerah asalnya di Subarang dan Pasar. Setelah upacara tabuik berakhir, suami-istri tersebut kembali berkumpul dalam satu rumah. Walaupun korban terluka parah dalam perkelahian namun ketika acara berakhir mereka bersatu kembali sehingga suasana kembali tenang dan damai seperti semula.

Dalam acara pesta adat Tabuik yang lamanya sekitar 10 hari (1 sampai 10 Muharam), ada beberapa tahapan yang harus dilalui sebagai berikut : 

1) Pembuatan tabuik;

2) Tabuik naik pangkat yaitu menyatukan tiap-tiap bagian tabuik;

3) Maambiak tanah yaitu mengambil tanah yang dilakukan pada saat adzan Magrib. 
Setelah diambil tanah diarak oleh ratusan orang dan akhirnya disimpan dalam daraga yang berukuran 3 × 3 meter, kemudian dibalut dengan kain putih, lalu diletakkan dalam peti bernama tabuik;

4) Maambiak batang pisang yaitu mengambil batang pisang dan ditanamkan dekat pusara;

5) Maarak panja atau jari yaitu mengarak panja yang berisi jari-jari palsu keliling kampung. Maarak panja merupakan pencerminan pemberitahuan kepada pengikut Imam Husein bahwa jari-jari tangan Husein yang mati terbunuh telah ditemukan;

6) Maarak sorban yaitu membawa sorban berkeliling dan menandakan bahwa Imam Husein telah dipenggal; serta

7) membuang tabuik yaitu membawa tabuik ke pantai dan dibuang ke laut.

Demikianlah tulisannya, ada cerita lain dari tradisi ini yang telah dilakukan secara turun temurun?, silahkan pembaca mengisi kolom komentar, semoga tradisi ini tetap terjaga dan masyarakat memahami makna yang mendalam mengapa tradisi ini digelar, Barakallahu, Shalawat dan alfatiha senantiasa mengalir, Yaa Imam Husein…

Gambar diambil di : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5sOPmB7UoxFc7iUn7qRW5vx447Q_DjVTcXYQpGp4lcsFVhKlyxrJ2kYrYm2kqEZ9ZMyYDUFGODnz_C0BF6i0FQxKEENicwZOGpSP3Lh9U5rautS25WyJl_NVPdMcBIUxZMGtHSjWt9reX/s1600/suasana-kemeriahan-upacara.jpg

Gambar diambil dari : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0MDC9WzfWtZcrCw1kKVM7BFFo0JuJt0fw3HT6rBUSOblRcN0eo21itsdF-MvbEgygSBgWdnHBN-NxPDk0fev88l-2mVuGi_RUiu_dkSWbPn3PZ_voAIECm9iB88963B_XwFQ8SRiA2uk5/s1600/tabuik+piaman.jpg





0 komentar:

Posting Komentar

Uniknya Tradisi Hoyak Tabuik